JUREID

JUREID
JUDEX AND JURIST

Kamis, 29 November 2012

membaca

Membaca buku dan bermain teka-teki telah diketahui menurunkan kemungkinan terserang penyakit Alzheimer. Sebuah penelitian baru-baru ini mungkin menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Ternyata kegiatan tersebut mengurangi akumulasi protein berbahaya di otak.

Dalam penelitian tersebut, lansia yang mengaku melakukan kegiatan yang merangsang mental sepanjang hidupnya memiliki sedikit simpanan beta-amyloid, yakni protein yang khas dimiliki penderita Alzheimer. Temuan itu terlepas dari jenis kelamin peserta atau lama pendidikannya.


"Temuan menunjukkan bahwa terapi kognitif yang merangsang otak dapat memperlambat perkembangan penyakit ini, jika diterapkan sebelum gejala muncul," kata peneliti William Jagust, profesor di University of California, Berkeley Helen Wills Neuroscience Institute.

Para peneliti telah memahami bahwa Alzheimer adalah penyakit kompleks yang memiliki lebih dari satu penyebab. Penelitian itu telah dipublikasikan dalam jurnal Archives of Neurology.

Para peneliti meminta 65 orang dewasa yang sehat mental berusia 60 ke atas untuk menilai seberapa sering mereka melakukan kegiatan yang mengasah kemampuan mental seperti pergi ke perpustakaan, membaca buku atau koran dan menulis surat atau email.

Para peserta juga diberi tes untuk menilai daya ingat dan kemampuan mental lainnya, serta menerima scan positron emission tomography (PET) menggunakan senyawa baru yang dikembangkan untuk memvisualisasikan protein amiloid. Scan otak dari para peserta ini kemudian dibandingkan dengan 10 pasien yang didiagnosis dengan penyakit Alzheimer dan 11 orang sehat berusia 20-an.

Para peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas mental yang tinggi selama seumur hidup dengan kadar PET yang lebih rendah. Lansia dengan jumlah aktivitas mental tertinggi seumur hidupnya juga memiliki tingkat amiloid yang sebanding dengan orang muda. Sebaliknya, orang dewasa yang melaporkan tingkat aktivitas mental terendah memiliki tingkat amiloid sebanding dengan pasien penyakit Alzheimer.

"Data kami menunjukkan bahwa orang yang seumur hidupnya terlibat dalam aktivitas mental memiliki efek lebih besar daripada orang yang hanya aktif mentalnya di usia yang tua," kata rekan peneliti, Susan Landau seperti dilansir myhealthnewsdaily, Rabu (25/1/2012).

Namun, para peneliti mengatakan tidak ada ruginya untuk melatih otak di kemudian hari. Para peneliti mencatat bahwa penumpukan amiloid juga dapat dipengaruhi oleh gen dan penuaan. Satu sepertiga peserta penelitian yang berusia 60 tahun ke atas memiliki beberapa penyimpanan amiloid dalam otaknya, tapi beberapa di antaranya masih banyak yang dapat membaca dan menulis dengan baik.

Rabu, 28 November 2012

Putusnya Perkawinan Akibat Cerai Talak Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Hukum Positif

Putusnya Perkawinan Akibat Cerai Talak Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Hukum Positif

Putusnya hubungan pernikahan pada dasarnya diakibatkan oleh adanya perceraian, baik cerai kerena kematian maupun karena cerai hidup melalui 2 cara yakni; cerai talak dan cerai gugat. Perceraian tidak mudah untuk dilakukan, karena harus ada alasan-alasan kuat yang mendasarinya. Cerai adalah terputusnya hubungan perkawinan antara suami dan isteri.
Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :
  1. Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena 1) Kematian; 2) Perceraian, dan 3) Atas putusan pengadilan.
  2. Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan, bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dantidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  3. Pasal 114 KHI menegaskan, bahwa Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.

Sementara itu alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974, antara lain:
  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3.  Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. Suami melanggar taklik talak.
  8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Menurut Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI macam-macam talak adalah sebagai berikut:
  1. Pasal 117 dalam KHI memut:Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 Kompilasi Hukum Islam;
  2. Pasal 118 dalam KHI memuat :Talak raj’i adalah talak ke satu atau kedua, dalam talak ini suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.
  3.  Pasal 119 dalam KHI memuat :Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam keadaan iddah. Talak ba’in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :1) Talak yang terjadi qabla ad-dukhul 2) Talak dengan tebusan atau khuluk; 3) Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.
  4. Pasal 120 dalam KHI menyatakan:Talak ba’in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhul dan habis masa iddahnya.
  5. Pasal 121 dalam KHI memuat :Talak sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
  6. Pasal 122 dalam KHI memuat :Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
  7. Pasal 123 dalam KHI memuat :P erceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
  8.  Pasal 124 dalam KHI memuat :Khuluk harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116 KHI.
Cerai Thalaq
Salah satu bentuk perceraian adalah cerai talak. Talak sendiri dapat dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Talak sendiri dapat dilakkan suami kepada isterinya sebanyak satu, dua, sampai tiga kali. Dalam al-Qur’an, Surat al-Baqarah ayat 229, Allah SWT berfirman yang artinya “talak itu ada dua kali, selanjutnya tahanlah secara baik atau ceraikanlah secara baik”. Dari Firman Allah SWT di atas, dapat disimpulkan  bahwa talaq yang di ucapkan suami kepada isterinya boleh satu, dua, sampai tiga kali. Namun selaku catatan, talaq yang diucapkan untuk ketiga kalinya tidak memungkinka lagi pihak keduanya untuk kembali melakukan rujuk, karena talaq ketiga akan memutus total hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.

Secara harfiyah Thalak itu berarti lepas dan bebas. Dihubungkan dengan kata thalaq dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami dengan istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah bebas dari ikatan perkawinan yang mereka sebelumnya jalani. Secara terminologi, banyak kalangan ulama yang mengemukakan pengertian talak. Menurut Al-Mahalli dalam kitabnya Minhaj al-Thalibin (Amir Syarifuddin, 2009: hal 198), mengemukakan, bahwa thalaq pada dasarnya adalah melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz thalaq dan sejenisnya.
Rumusan di atas sebenarnya telah mewakili rumusan pengertian thalaq dalam kitab-kitab fiqh. Dalam artian ini, terdapat tiga kata kunci yang menunjukkan hakikat perceraian yang bernama thalaq, yakni: Pertama; kata “melepaskan” atau membuka atau menanggalkan mengandung arti bahwa thalaq itu melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat dengan erat yaitu ikatan perkawinan.Kedua; kata “ikatan perkawinan” mengandun arti bahwa thalaq itu mengakhiri hubungan perkawinan yang selama ini terjadi antara pasangan suami dan istri. Ketiga; kata “dengan lafaz tha-la-qa dan sama maksudnya dengan itu” mengandung arti bahwa putusnya perkawinan itu melalui ucapan. Dan ucapan yang digunakan adalah kata-kata thalaq tidak dengan: putus perkawinan bila tidak dengan cara mengucapkan ucapan tersebut, seperti putus karena kematian.
Hukum Talak
Talak mempunyai beberapa hukum seperti dibawah ini:
  1. Makruh.
  2. Haram, apabila talak di jatuhkan oleh suami terhadap isteri dalam keadaan haidh, atau dalam keadaan suci setelah isteri itu di campuri.
  3. Sunnah, apabila suami sudah tidak mampu lagi menunaikan tugasnya sebagai suami.
  4. Wajib, apabila suami sudah bersumpah dengan mengatakan ia tidak akan menggauli isterinya lagi atau karena perselisihan antara suami isteri.
 Macam-Macam Thalaq
Adapun macam-macam thalaq adalah sebaimana yang akan dijelaskan sebagai berikut:
  1. Thalaq Raj’I; Adalah suatu talak dimana suami memiliki hak untuk merujuk isteri tanpa kehendaknya. Dan talak raj’i ini disyaratkan pada isteri yang telah digauli. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “Tidak (yang dibolehkan rujuk) itu hanya dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang patut atau menceraikannya dengan cara yang baik-baik”. (Al-Baqarah :
  2. Thalaq Bain Syughra; Adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230 yang artinya: “Maka jika (Suami) telah mentalaknya (tiga kali), maka tidak halal baginya untuk kawin kembali sesudah itu, kecuali sesudah perempuan tersebut kawin dengan laki-laki lain”.
Termasuk thalaq Bain Syughra ini ada 3 macam, yaitu sebagai berikut :
  1. Talak yang terjadi qabla didukhul; adalah talak yang terjadi atas permintaan isteri terhadap pengadilan agama, dan suami telah mencampuri isterinya.
  2. Talak dengan tebusan atau khuluk; Khuluk menurut bahasa berarti perpisahan isteri dengan imbalan harta. Kata tersebut dari kalimat khala’ats tsauba (melepas baju), karena wanita diibaratkan pakaian laki-laki. Menurut istilah khuluk adalah perceraian antara suami isteri dengan membayar iwad (tebusan) dari pihak isteri, dengan mengembalikan mas kawin yang pernah diterima dari suami atau dengan menebusnya atas kesepakatan kedua belah pihak.
  3. Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama;Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama atas permintaan isteri, untuk itu lebih jelas pada keterangan berikut :
Fasakh:Adalah jatuh talak karena tuntutan isteri kepada hakim  (Pengadilan Agama) agar dijatuhkan cerai oleh hakim, baik sebab kepergian maupun karena melanggar takliq talak, atau karena masuk penjara. Di dalam buku nikah di Indonesia pada takliq talak dijelaskan bahwa seorang wanita (isteri) boleh meminta fasakh (minta supaya diceraikan) oleh pengadilan Agama apabila suami sewaktu-waktu :
  1. Meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut.
  2. Tidak memberi nafkah wajib kepada isteri selama tiga bulan berturut-turut.
  3. Menyakiti badan atau jasmani isteri.
  4. Membiarkan atau tidak pedulikan isteri selama enam bulan berturut-turut.
Demikian agama Islam memberikan hak fasakh kepada seorang wanita, jika dia tidak ridha karena :
  1. Membawa madarat baginya dengan perpisahan itu.
  2. Akan menjerumuskan dirinya kepada yang diharamkan Allah (antara lain berbuat serong).
  3. Merasa tergantung, terkatung-katung karena disia-siakan oleh suami.
Syiqaq:Adalah perceraian terjadi karena keretakan antara suami isteri. Sedangkan perceraian itu diputuskan oleh hakim (Pengadilan Agama), setelah berusaha mencari perdamaian (islah) antara kedua belah pihak (isteri dan suami) melalui utusan masing-masing. Namun demikian, perdamaian itupun tidak kemungkinan diperdapat lagi. Sebab-sebab terjadi Syiqaq antara lain sebagai berikut :
  1. Antara suami isteri mempunyai watak, sehingga tidak dapat dipertemukan, dan masing-masing mempertahankan wataknya dan tidak mau mengalah.
  2. Disebabkan oleh suami, misanya perlakuan suami yang amat sewenang-wenang terhadap isteri, hingga amat berat bagi isteri untuk dapat bertahan sebagai isteri.
Bilangan Talak
Bilangan talak ada tiga macam, yaitu: Talak Satu, talak dua, dan talak tiga. Talak satu dan talak dua di sebut dengan talak pas’i, yaitu talak yang terjadi antara suami dan isteri dan boleh rujuk ketika dalam masa iddah. Adapun talak tiga yang terjadi antara suami dan isteri, maka tidak boleh mengadakan rujuk di antara keduanya pada masa iddah. Jika keduanya ingin kembali bersatu maka harus di lakukan dengan akad nikah yang baru dan telah di selang orang lain.Talak tiga meliputi tiga cara, sebagai berikut:
  1. Suami menjatuhkan talak sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda-beda.
  2. Seorang suami menthlaq isterinya dengan talak satu, setelah habis masa iddahnya isteri itu di nikahi kembali lagi, kemudian di talak lagi.
  3. Talak tiga dengan cara suami mengatakan talak kepada isterinya dengan talak tiga pada sati waktu.
Kalimat yang di pakai dalam talak ada dua macam, yaitu:
  1. Sharih (terang) yaitu kalimat yang tidak di ragukan lagi bahasa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan.
  2. Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu boleh dikaitkan untuk perceraian nikh atau yang lainnya. Kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya, artinya kalau tidak di niatkan untuk perceraian mak tidaklah jatuh talak.

Kamis, 08 November 2012

gelar Lc

Gelar "Lc" kerap kita jumpai di belakang nama seorang ustad atau tokoh masyarakat Islam. Di Indonesia atau di kalangan warga umum, istilah atau gelar tersebut tentu masih asing.

Di kalangan umum, ada yang menyebut Lc sebagai ‘Lulusan Cairo’. Ini mungkin agak dekat dari arti sebenarnya karena gelar Lc sendiri banyak diperoleh di kawasan negara timur tengah.

Kairo adalah ibukota Negara Mesir, negara yang berada di kawasan timur tengah, seperti yaman, Sudan, Pakisatn, dan negara lainnya.

Tak heran jika kemudian banyak yang menilai gelar Lc adalah sebutan bagi lulusan universitas timur tengah, termasuk di dalamnya adalah LIPIA Jakarta.

Mereka yang belajar Bahasa Arab dan Syariah di kampus luar negeri atau di LIPIA, maka bisa mendapatklan gelar 'Lc' itu.

Gelar 'Lc' sendiri bukan singkatan dari Bahasa Arab, tetapi berasal dari istilah bahasa Inggris, yaitu Licence, yang bisa diartikan sebagai gelar sarjana strata satu.

Selain itu, gelar sarjana selevel strata satu (S1) atau strata dua (S2) di Arab sendiri tidak ramai disematkan di belakang nama warga Arab. Yang lebih sering dipakai hanyalah gelar doktor di belakang nama seseorang.

Tidak seperti di Indonesia. Gelar strata pendidikan apapun, terbiasa ditonjolkan. Apalagi gelar 'haji'. Mudah-mudahan, bukan hanya di Indonesia yang terkesan menyematkan gelar 'haji' di belakang namanya secara resmi.

Selain Licence ada juga sebutan Bakalurios ( Bachelor) untuk jenjang S1 juga. Jadi di beberapa negara, ada yang menggunakan Licence dan ada yang menggunakan Bakalurius, namun esensinya adalah sama.

Dan yang perlu diluruskan adalah, gelar tersebut bersifat umum artinya tidak hanya bagi lulusan syariah dan Bahasa Arab semata, namun juga lulusan bidang lainnya seperti Teknik dan Komputer misalnya.

Peninggalan Penjajah
Kenapa Lc berasal dari licence (Inggris), bukan kata bahasa Arab? Karena sebagian negara Arab dahulu adalah jajahan Inggris sehingga mewariskan beberapa istilah khusus.

Di Indonesia pun pernah akrab dengan istilah Doktorandus (Drs), yang ternyata adalah istilah warisan kolonial yang pernah menjajah negara ini.

Namun, gelar Lc yang disematkan kepada warga Indonesia jebolan pendidikan/alumni Timur Tengah dan LIPIA bukanlah sebuah gelar yang termaktub dalam perundang-undangan dan legalisasi pendidikan di Indonesia.

Meski demikian, gelar di Indonesia pun bukan jaminan untuk bisa hidup mapan dan memberi manfaat bagi orang lain.

Apapun dan darimana pun gelar itu, sebagai bangsa Indonesia diharapkan bisa memenuhi memberi kebaikan dan memenuhi harapan bagi bangsa Indonesia.(*)

sumber: www.indonesiaoptimis.com

PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri)

PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri)
DAFTAR PUSTAKA
......................., Al-QurÂ’an dan Terjemah, Jakarta; Departemen Agama RI, 1999
Abdurrahman, S.H., M.H., Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta; Akademika Pressindo, 1992.
Anwar Mohammad, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta; PT Raja Wali, 2005.
Arikunto Suharsimi, Prof. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, cet XII, Edisi Revisi V, Jakarta; Rineka Cipta, 2002.
Aripin, Jaenal. MA. Dr, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, cet I, Jakarta; Kencana Prenada Media Group. 2008.
Asshiddiqie Jilmy, Prof. Dr, Aspek-Aspek Perkembangan Kekeuasaan Kehakiman di Indonesia, cet I, Yogyakarta; UII Pres, 2005.
Depag. R.I, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama dan Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji, Jakarta, 200I.
Depag RI, Buletin Berkala Hukum dan Peradilan, Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan Agama Dan Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Tahun 2003.
Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan Agama Dan Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004.
Dewi Gemala (ed.), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
Ghani Abdul, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 3790.K/Pdt/1986 Tanggal 29 Februari 1986.
Ghoni M. Djunaidi, Drs, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (Prosedur, Teknik Dan Teori Grounded), cet ke II, Surabaya; PT. Bina Ilmu, 2007.
Hasan, Muhammad Tholchah, Islam Dalam Prespektif Sosio Kultural, Edisi Kedua, Jakatra; Lantabora Press, 2000.
Harahap, M. Yahya. Hukum Acara di Peradilan Agama, Jakarta; Grafindo Perseda, 2005.
Jawad, Ahmad. Haifaa, Perlawanan Wanita Dari Sebuah Pendekatan Otentik Religius, Malang; Cendikia Paramulya, 2002.
Kadir, Muhammad. Abdul, Hukum Perdata Indonesia, cet III, Bandung; PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Karsayuda Moh, Perkawinan Beda Agama Menalar Nilai-nilai Keadilan Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta; PT Total Media, 2006.
Manan Abdul, Prof. Dr.. S.H,. M.Hum, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Cet I, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2006.
Manan Abdul, Prof. Dr.. S.H,. M.Hum, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2005.
Marzuki, Peter Muhamad, Prof. Dr. S.H, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cet II, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2005.
Mardalis, Drs, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal), edisi I, cet 8, Jakarta; PT Bumi Aksara, 2006
Mughniyah, Muhamad. Jawad, Fiqih Lima Mazhab, cet ke V, Jakarta; PT Lentera Basritama, 2000.
Munawir, Amhad Warson, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, edisi ke dua Surabaya; Pustaka Progressif, 2002.
Nasution, Johan. Bahder, Prof. Dr, Metode Penelitian Hukum, Cet I, Bandung; CV Mandar Maju, 2008.
Nuruddin Aminur, H. M.A, Dr, Dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dan Fikih UU No 1/1974 sampai KHI, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2004.
Pur-Wadarminta WJS, Kamus Bahasa Indonesia, cet I (Jakarta: Grafindo Perseda, 1983.
Al-Shabuni, Muhammad. Ali, RawaiÂ’ul Al Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam, Bairut; Daar Fikr, 1985.
Sabiq Sayid, Fiqih Sunah, Jakarta,; Jld 3, Pena Pundi Aksara, 2006
Soekanto Soerjono, Prof. Dr. S.H.M.H, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet kelima, Jakarta, Raja Grapindo Perseda, 1988.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta; Liberty, 2004.
Supriatna, dkk, Fiqh Munakahat II di Lengkapi UU No. 1 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, cet. I Yogyakarta; Bidang Akademika, 2008.
Sutantio Retnowulan, dkk, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, cet, I Bandung: Maju Mundur, 1997.
Taufiq, Pedoman Hakim Agama Dalam Persidangan, Diterbitkan untuk pedoman para hakim dalam menyelenggaraaan persidanagn, Surabaya; 1984.
Yunus, Moh. Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta; Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan/Penafsirkan Al-QurÂ’an, t.t.
http://www.badilag.net, Kekuatan Spiritual Perempuan Dalam Taklik Talak dan Perjanjian Perkawinan, April, 2008.



ABSTRAKSI

Pasal 1 huruf e Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang datang. Oleh karena itu di dalam Buku I KHI tentang Perkawinan telah menempatkan taklik talak sebagai perjanjian dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjijan lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Selanjutnya, taklik talak sebagai alasan perceraian telah pula diatur secara eksplisit dalam Pasal 116 huruf g, yaitu suami melanggar sighat taklik talak. Namun dalam kenyataaan banyak para suami melanggar sighat taklik talak. Karena itu, perlu dibahas tentang akibat hukum dari pelanggaran taklik talak, faktor- faktor yang menyebabkan suami melanggar taklik talak, dan upaya hukum yang ditempuh oleh istri dalam hal suami melanggar taklik talak.
Untuk mengkaji hal-hal tersebut di atas, maka sifat penelitian adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian adalah di wilayah hukum Pengadilan Agama Kab. Kediri. Jumlah respondent yang ditetapkan oleh peneliti sebanyak 3 respondent yaitu : (1) Ketua Pengadilan, (2) Para hakim, dan (3) Panitera. dan di tambah 1 jenis putusan mengenai cerai gugat dengan alasan pelanggaran taklik talak. Alat pengumpulan data primer adalah studi dokumen, pedoman wawancara, dan kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Dan terahkir menganai Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa akibat hukum dari pelanggaran taklik talak telah menyebabkan terjadinya perceraian, Disamping itu juga ditentukan beberapa faktor penyebab suami melanggar taklik talak, antara lain tidak ada kecocokan antara suami istri, pengaruh pihak ketiga, faktor ekonomi yang tidak berkecukupan, meninggalkan istri dan tidak memberi nafkah dalam waktu yang cukup lama, sedangkan upaya hukum yang ditempuh oleh istri adalah dengan melakukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Disarankan kepada para suami, istri dan kepada Hakim supaya benar-benar suami tidak melanggar sifat taklik talak, dan seorang istri benar-benar menyayangi suami dan anak- anaknya dalam mengarung rumah tangga.
Deskripsi Alternatif :

ABSTRAKSI

Pasal 1 huruf e Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang datang. Oleh karena itu di dalam Buku I KHI tentang Perkawinan telah menempatkan taklik talak sebagai perjanjian dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjijan lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Selanjutnya, taklik talak sebagai alasan perceraian telah pula diatur secara eksplisit dalam Pasal 116 huruf g, yaitu suami melanggar sighat taklik talak. Namun dalam kenyataaan banyak para suami melanggar sighat taklik talak. Karena itu, perlu dibahas tentang akibat hukum dari pelanggaran taklik talak, faktor- faktor yang menyebabkan suami melanggar taklik talak, dan upaya hukum yang ditempuh oleh istri dalam hal suami melanggar taklik talak.
Untuk mengkaji hal-hal tersebut di atas, maka sifat penelitian adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian adalah di wilayah hukum Pengadilan Agama Kab. Kediri. Jumlah respondent yang ditetapkan oleh peneliti sebanyak 3 respondent yaitu : (1) Ketua Pengadilan, (2) Para hakim, dan (3) Panitera. dan di tambah 1 jenis putusan mengenai cerai gugat dengan alasan pelanggaran taklik talak. Alat pengumpulan data primer adalah studi dokumen, pedoman wawancara, dan kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Dan terahkir menganai Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa akibat hukum dari pelanggaran taklik talak telah menyebabkan terjadinya perceraian, Disamping itu juga ditentukan beberapa faktor penyebab suami melanggar taklik talak, antara lain tidak ada kecocokan antara suami istri, pengaruh pihak ketiga, faktor ekonomi yang tidak berkecukupan, meninggalkan istri dan tidak memberi nafkah dalam waktu yang cukup lama, sedangkan upaya hukum yang ditempuh oleh istri adalah dengan melakukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Disarankan kepada para suami, istri dan kepada Hakim supaya benar-benar suami tidak melanggar sifat taklik talak, dan seorang istri benar-benar menyayangi suami dan anak- anaknya dalam mengarung rumah tangga.

asas legalitas hukum islam

Asas legalitas adalah suatu prinsip dimana suatu perbuatan baru dapat dianggap melanggar hukum jika waktu peristiwa itu terjadi sudah ada peraturan yang melarangnya.Walaupun asas legalitas merupakan istilah hukum modern namun ajaran Islam juga menjunjung tinggi asas tersebut .Hal ini dapat dilihat dalam ajaran Al-Qur’an yang menjelaskan, bahwa Allah swt. Tidak akan menyiksa seseorang dalam arti belum dianggap melanggar hukum, kecuali setelah ada peraturan yang melarang atau mengaturnya. Oleh karena itu sebelum datang Al-Qur’an, umat manusia belum diminta pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatannya, kecuali masyarakat yang pernah dijangkau oleh kewenangan dakwah para Rasul sebelumnya ( Q.S. al-Isra ayat 15).
Penegasan asas legalitas lebih lanjut ditunjukan oleh ayat lain yang berbicara tentang pembatalan salah satu bentuk praktek perkawinan di masa pra Islam yaitu bilamana ada seorang ayah beristeri muda, setelah ia wafat, isteri mudanya menjadi rebutan anak laki-lakinya dari isteri yang tua.Ada dua cara yang dikenal waktu itu.Pertama, anak laki-laki yang paling berhak untuk menikahi janda muda ayahnya itu adalah anaknya yang tertua.Kedua, yang paling berhak adalah yang menang dalam undian dengan cara masing-masing melempar kain hitam kepada janda itu.Lemparan kain hitam siapa yang paling lebih dahulu mengenai wanita itu dan disambutnya secara baik, maka dialah yang paling berhak untuk menikahi janda ayah kandungnya itu.Praktek perkawinan seperti ini dikenal dengan istilah “zawaj al-maqti” yang kemudian diharamkan oleh ayat 22 surat an-Nisa yang artinya:” Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lampau.Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci oleh Allah swt. Dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh”.
Ayat tersebut diatas, memberikan pengecualian :……” illa maqad salafa (terkecuali pada masa yang telah lampau)”.Penggalan ayat inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa hukum tidak berlaku surut.Artinya, haram melakukan zawaj al-maqti yang ditegaskan dalam ayat tersebut, mulai berlaku semenjak ayat itu diturunkan, tidak berlaku pada masa sebelumnya.Orang-orang yang melakukan praktek perkawinan zawaj al-maqti sebelum turunnya ayat tersebut tidak dianggap melanggar hukum dan konsep inilah yang kemudian dikembangkan oleh para ulama sebagai asas legalitas dalam hukum Islam.
Namun dalam Islam asas legalitas tidak berlaku terhadap peristiwa hadist al-ifki (berita bohong) berupa tuduhan dari pihak yang tidak senang dengan perkembangan Islam bahwa Aisyah isteri Rasulullah sengaja tertinggal dari rombongan sehabis peperangan Bani al-Mushtaliq dengan maksud berbuat serong dengan Safwan.Berita itu selama sebulan berkembang dalam masyarakat, sedangkan Aisyah sendiri bungkam tanpa memberikan pembelaan terhadap dirinya.Dalam situasi demikian turunlah ayat yang menyatakan bahwa Orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina), dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera….”( Q.S an-Nur ayat 4,5,11 dan 12). Ayat ini berbicara teantang hukuman terhadap kejahatan qadaf yaitu menuduh orang baik-baik berbuat zina tanpa mampu mengajukan empat orang saksi.Yang perlu dicatat disini adalah ayat ini diturunkan setelah satu bulan adanya peristiwa tuduhan atas diri Aisyah.Namun ayat itu diberlakukan terhadap peristiwa berita bohong (hadist ifki) dimana semua orang yang menuduh Aisyah itu oleh Rasulullah saw. tetap dihukum dera delapan puluh kali