JUREID

JUREID
JUDEX AND JURIST

Kamis, 08 Januari 2015

SEJARAH PERADABAN ISLAM




SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM PADA ERA KHULAFA AL-RASYIDIN
(Dalam Konteks Ekonomi)






Oleh
J U R E I D
Nim: 91214040003


PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUTE AGAMA ISLAM
SUMATERA UTARA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pemikiran dan Peradaban merupakan dua istilah yang tidak akan pernah hilang di telan zaman, karena pemikiran dan peradaban itu sendiri adalah cerminan dari zaman. Kehidupan manusia dari waktu ke waktu tercermin dari pemikiran dan peradabannya.
Pemikiran dan peradaban ini tidak hanya kita tahu pada era modern ini, akan tetapi juga pemikiran dan peradaban ini telah ada sejak Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya, sampai era pertengahan, dan era modern sekarang ini.
Setelah lahirnya Nabi Muhammad SAW dan dicetuskan sebagai Nabi dan Rasulullah hampir seluruh tatanan kehidupan yang jahil dan bobrok berubah menjadi sebuah peradaban yang besar dan bernilai tinggi dengan diturunkannya Al-Qur’an dan Hadits sebagai suatu atribut lahirnya Islam. Islam sebagai agama yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini yang dapat diterapkan dalam setiap waktu dan sesuai dengan zaman serta mempunyai ajaran lengkap dan sempurna telah mengubah pola tatanan hidup manusia. Karena islam tidak hanya mengatur aspek spiritual semata tetapi juga aspek muamalah meliputi ekonomi, sosial, politik hukum, dan lainnya. Dan lebih dari itu, islam mengartikan agama ini sebagai sarana kehidupan yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika manusia berhubungan dengan Tuhan maupun berinteraksi dengan sesama manusia. Islam memandang keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi, Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan kerenanya kegiatan ekonomi, seperti kegiatan lainnya perlu dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syari’at.
B.     Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Bagaimana Pemikiran dan Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin Dalam Konteks Ekonomi?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai karakteristik penilaian dan untuk di presentasikan.
D.    Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan studi pustaka dan dokumen, dan artikel-artikel yang ada.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ekonomi Islam dan Sejarahnya
Menurut kalimatnya, Ekonomi Islam, berarti sistemnya dibangun atau setidaknya diwarnai oleh prinsip-prinsip relijius, dan berorientasi dunia dan akhirat. Dalam tataran paradigma seperti ini, para ekonom muslim masih dalam satu kata, atau tidak ada perbedan yang berarti.[1]
Mayoritas ekonom muslim sepakat mengenai dasar pilar atau fondasi filosofis sistem ekonomi islam, yaitu didasarkan atas tauhid, ibadah dan takaful.[2] Serta Mas –uliyyah (accountability)[3]. Namun ketika dipertanyakan lebih lanjut, apa dan bagaimana ekonomi Islam itu? Di sinilah terjadi perbedaan, sehingga ada yang membagi mazhab ekonomi Islam itu menjadi tiga yaitu; mazhab Baqir al-Sadr, mazhab mainstream, dan mazhab alternatif-kritis[4]. Namun sayang pengembangan pemikiran ketiga mazhab ini belum begitu gencar, kecuali mazhab mainstream, dan nampaknya masih menunggu pemikiran cerdas dan kreatif dari para pendukungnya untuk mengembangkannya.
Namun demikian Ekonomi Islam tidak lepas dari terpaan kritik yang dilakukan oleh sejumlah ekonom. Pada umumnya kritikan tersebut dikelompokkan oleh Arif, seperti yang dikutip oleh M. Husein Sawit, menjadi tiga kelompok besar. Pertama, aliran yang mengatakan Ekonomi Islam merupakan penyesuaian sistem kapitalis atau disebut "the Adjusted Capitalism School". Kedua, disebut dengan kelompok konvensional atau "the Conventional School. Ketiga adalah kelompok perbedaan paham atau "the Sectarian Diversity School"[5]. Ada juga pernyataan kritis yang sepintas nampak sederhana namun cukup mendasar. Apakah ekonomi Islam merupakan kapitalisme minus riba atau sosialisme plus Islam? Kemudian ada lagi kritik yang cukup tajam terhadap para ekonom Islam yang selama ini selalu mengkritik sistem ekonomi lain. Pernyataan kritis tersebut:
Secara keseluruhan, ekonomi Islam lebih berhasil menjelaskan apa yang bukan ekonomi Islam, daripada menentukan apa yang membuat ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi lain. Ekonomi Islam juga lebih banyak mengungkap kelemahan sistem lain daripada menunjukkan (bahwa ekonomi Islam) secara substansial memang lebih baik.[6]
Semua kritik yang diajukan kepada Ekonomi Islam tersebut menuntut para pendukungnya untuk memberikan jawaban serius.
Ada tiga penafsiran tentang istilah “ekonomi Islam”. Pertama, yang dimaksud adalah “ilmu ekonomi” yang berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam. Kalau ini yang dimaksud, maka akan timbul kesan bahwa ajaran Islam itu mempunyai pengertian yang tersendiri mengenai apa itu “ekonomi”. Hal ini tentu akan diikuti dengan pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan ekonomi itu menurut ajaran Islam? Tepatnya, apakah yang dimaksud dengan “ilmu ekonomi Islam” itu? Disini bisa diajukan beberapa definisi menurut ekonom muslim.
Menurut Muhammad Abdul Mannan, “Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.
Menurut M.M. Metwally, “Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al Quran, Hadis, Ijma dan Qiyas”.
Menurut Hasanuzzaman, Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat”.
Menurut Akram Khan, “Ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan studi terhadap kesejahteraan (falah) manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber-sumber daya di bumi berdasarkan kerjasama dan partisipasi.
Menurut Umar Chapra,”Ekonomi Islam sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqashid (tujuan-tujuan syariah), tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.
Dawam Rahardjo berkesimpulan bahwa ilmu ekonomi Islam sebenarnya sama saja dengan ilmu ekonomi umumnya, yaitu menyelidiki perilaku manusia dalam kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi yang menyangkut pilihan terhadap sumber daya yang sifatnya langka dan alokasi sumberdaya tersebut guna memenuhi kebutuhan manusia. Dalam Islam, tujuan kegiatan ekonomi hanyalah merupakan target untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat, dengan melakukan ibadah kepada Allah. Ilmu ekonomi Islam memperhatikan dan menerapkan syariah dalam perilaku ekonomi dan dalam pembentukan sistem ekonomi.
Penafsiran kedua, ekonomi Islam itu dalam artian "system ekonomi" (Islam). Sistem menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara metode tertentu. Misalnya, bank Islam dapat disebut sebagai unit (terbatas) dari beroperasinya suatu sistem ekonomi Islam, bisa dalam ruang lingkup makro atau mikro. Bank Islam disebut unit sistem ekonomi Islam, khususnya doktrin larangan riba.
Dan ketiga, ekonomi Islam itu berarti perekonomian umat Islam atau perekonomian di dunia Islam, maka kita akan mendapat sedikit penjelasan dan gambaran dalam sejarah umat umat Islam baik pada masa Nabi sampai sekarang. Hal ini bisa kita temukan, misalnya, bagaimana keadaan perekonomian umat Islam di Arab Saudi, Mesir, Irak, Iran, Indonesia, dan sebagainya, atau juga perekonomian umat Islam di negara non-Islam seperti Amerika, Cina, Perancis, dan sebagainya.[7]
Kosa kata “ekonomi” merupakan kosa kata yang baru, dalam arti tidak dikenal pada masa awal Islam. Pada masa ini hanya mengenal istilah muamalah dalam arti luas, hubungan antar manusia secara umum: ekonomi, rumah tangga dan lain-lain.
Istilah "iqtishad" (bahasa Arab) yang diartikan atau disepadankan dengan "ekonomi" merupakan kosa kata yang baru. Sehingga kita tidak menemukan pada literatur keislaman klasik, fikih. Kalau kita telusuri istilah "iqtishad" muncul dari perkembangan pemikiran Muhammad Iqbal (1876-1938) salah seorang tokoh pembaruan Islam dari India. Pada tahun 1902 Iqbal menerbitkan buku yang berjudul "'Ilm al-Iqtishad" (ilmu ekonomi).[8]
Pemikiran tentang ekonomi Islam sebagai kajian teoritis baru mulai ramai dibicarakan pada awal dasawarsa 1970-an, walaupun pembahasan yang  bersifat fikih sudah tampak sebelumnya sebagai bagian dari pemikiran hukum Islam. Dalam rangka itu, pembahasan tentang bunga bank yang dikaitkan dengan konsep riba merupakan bagian yang penting dan selalu disebutkan. Oleh karena itu, gagasan mengenai bank Islam berkembang terlebih dahulu dalam upaya menerapkan prinsip ekonomi Islam. (Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.6, 2007, hal.399.). Dan tampaknya pemikiran ekonomi Islam, di Indonesia khususnya, belum bergerak jauh dari tema perbankan (lembaga keuangan lainnya). Dengan demikian pemikiran ekonomi Islam masih menunggu karya kreatif, ijtihad, para pendukungnya untuk mengembangkannya.
Saya melihat kesalah kaprahan dalam terjemahan ekonomi islam berdasarkan kajian yang sedikit di atas. Karena cendrung kemunculan teori dan defenisinya dimunculkan oleh orang-orang yang terlambat datang. padahal, ekonomi dan aplikasinya secara islam telah ada sejak Rasul dan dikembangkan lebih jauh oleh para Khalifah (Khulafa Al Rasyidin) dan seterusnya, mungkin teorinya yang datang belakangan.
Islam sebagai agama yang rahmat lil ‘alamin tidak hanya memberikan perhatian kepada masalah ‘ubudiyah, tetapi juga memberikan perhatian yang tinggi terhadap masalah mu‘amalah. Banyaknya ayat al-Qur’an, yang  menjelaskan, bahkan memberikan nilai yang sangat tinggi dan positif secara hukum terhadap bidang tersebut, khususnya yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Hal ini dikarenakan, hasil aktifitas ekonomi dalam pandangan ajaran Islam mempunyai kaitan erat dengan rahmat Allah SWT. yang dilimpahkan kepada umat manusia.
Pemikiran tentang ekonomi Islam telah ada sejak Nabi Muhammad SAW. Setelah masa tersebut ternyata para ulama banyak memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi religius dan sekaligus intelektual yang kuat, dengan didukung oleh fakta empiris yang ada pada waktu itu. Banyak di antaranya juga sangat futuristik dan baru dikaji oleh pemikir-pemikir barat ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
Islam mengakui kepemilikan pribadi, mencari nafkah sesuai hukum yang berlaku dan dengan cara yang adil merupakan suatu kewajiban yang sesuai dengan kewajiban dasar dalam Islam. Munculnya Islam membuka zaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kehadiran Rasulullah Muhammad SAW, telah membawa perubahan yang sangat besar. Selain lihai dalam menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional Rasulullah SAW juga merubah sistem ekonomi dan keuangan negara, sesuai dengan ketentuan al-Quran. Dalam al-Quran telah dituliskan secara jelas semua petunjuk bagi umat manusia, yang tentunya dapat diambil dan diadopsi menjadi petunjuk untuk semua urusan manusia.
Pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun, syari’at Islam juga tidak dapat diberlakukan secara sempurna. Saat itu, para sahabat dihadapkan pada berbagai kenyataan hidup dan kondisi sosial yang berbeda dengan yang terjadi pada masa Rasul, sehingga menuntut mereka untuk melakukan ijtihad, serta bermusyawarah di antara mereka. Suatu saat, para sahabat dapat saja sependapat dan bersepakat mengenai satu hal, tetapi pada saat lain tidak menutup kemungkinan justru berselisih pendapat.
B.     Pemikiran Ekonomi Pada Masa Abu Bakar Ash Shiddik (51 SH-13 H/537-634 M)
Abu Bakar adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Usman in Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Kilab bin Luai bin Ghalib bin Fihr At-tamimi Al-Qurasyi[9] atau Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi.[10] Pada zaman pra islam ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. Menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 jumadil Akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usia 63 tahun. Ia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh dan banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Usman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin sa’ad bin Laym bi Mun’ah bin Ka’ab bin lu’ay, berasal dari suku Quraiys, sedanglan ibunya bernama Ummu AL Khir Salmah binti Sahr Binti Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.[11]
Dijuluki Abu Bakar atau pelopor pagi hari karena beliau termasuk orang yang pertama kali masuk islam (al-sabiqun al-awwalin)[12]. sedangkan Ash Shiddik diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa oleh Nabi SAW terutama pada saat peristiwa isra’ mi’raj.[13]
Setelah masuk islam, beliau menjadi angota yang paling menonjol dalam jamaah islam setelah Nabi Muhammad SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, keimanan,, dan kebijakan pendapatnya.
Pengorbanan abu bakar terhadap islam juga tidak dapat diragukan lagi. Beliau juga pernah ditunjuk sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi Sakit.[14]
Dan karena Hal tersebut juga maka dia dianggap lebih pantas menjadi Pemimpin (khalifah) dimasa itu.[15] Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung dua tahun, Abu Bakar lebih banyka focus pada persoalan dalam negri, dimana saat itu beliau harus berhadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan Nabi palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk  berperang yang kemudian dikenal dengan perang Riddah ( perang melawan kemurtadan).[16]
Kemudian setelah menyelesaikan persoalan tersebut, abu bakar mulai melakukan ekspansi kewilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia. Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam ia meneruskan system perekonomian yang telah dibangun oleh Nabi seperti membangun kembali Baitul Mal. Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambil alih tanah prang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat islam.[17] Ia juga sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya.[18] Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan Negara dan disimpan di baitul mal untuk didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Selanjutnya dalam mendistribusikan harta baitul mal, Abu Bakar tidak membedakan antara satu sama lain, ia menerapkan prinsip kesamarataan dengan memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat, budak dan orang merdeka, dan antara pria dan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.[19]
Harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung di distribusikan, Abu Bakar  juga mempelopori adanya sisiterm penggajian bagi aparat negara[20]
Dengan demikian Abu  Bakar sebagai pemimpin tidak pernah melakukan kesalahan fatal terutama penggunaan jabatannya untuk kepentinagn pribadinya dan keluarganya, bahkan dia rela berhenti bekerja demi menjaga tanggung jawab ke khalifahannya.
Khalifah Abu bakar as shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah di praktikan oleh Rasulullah :
a.              Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan zakat
b.             Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan
c.              Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam
d.             Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip kesamarataan, dengan begitu selama pemerintahan Abu bakar As Shidiq harta di Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lama karena langsung di distribusikan kepada kaum muslim.
C.    Pemikiran Ekonomi Pada Masa Umar Bin Khattab (40SH-23H/584-644M)
Umar Ibn Khattab merupakan khalifah Islam Kedua, ia menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalifati Rasulullah pengganti dari pengganti Rasulullah. Kemudian ia juga yang memperkenalkan istilah Amir al Mukminin (komandan orang-orang beriman).[21] Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luai.
Umar bin Khatab dilahirkan di Mekkah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat.[22] Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar dan berumur tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw.[23]
Dalam sambutannya ketika diangkat menjadi khalifah, beliau mengumumkan kebijakan ekonomi yang akan dijalankannya. Diantara kebijakan-kebijakan Umar menggunakan dasar-dasar sebagai berikut:
1.      Negara islam mengmabil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil kharaj atau harta Fa’I yang diberikan Allah kecuali dengan mekanisme yang benar.
2.      Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya, dan Negara menambahkan subsidi serta menutup utang.
3.      Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor.
4.      Negara menggunakan kekayaan Negara dengan benar.[24]
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun ia banyak melakukan ekspansi hingga wilayah islam meliputi jazirah arab, sebagian wilayah romawi seperti Syiria, Palestina, dan Mesir, serta seluruh wilayah kerajaan Persia. Atas prestasi inilah orang barat menjulukinya sebagai the Saint Paul of Islam.[25]
Dalam masalah perkonomian Umar bin Khattab banyak melakukan inovasi. Hal ini bisa dipandang dari beberapa pemikiran dan gagasannya yang mampu mengangkat citra islam pada masanya. Dengan semakin luasnya daerah kekuasaannya Umar Mulai memberlakukan administrasi Negara juga membentuk jawatan kepolisian serta tenaga kerja.
Perencanaan ekonomi islam seperti halnya perencanaan lainnya, yaitu untuk merealisasikan harapan dan target dalam jangka waktu tertentu sesuai situasi dan kondisi yanga ada. Dalam menjalankan tampuk kepemimpinannya beliau selalu mengutamakan keputusan melalui musyawarah, dengan memberikan kesempatan bagi pendapat orang lain untuk pilihan yang terbaik.
Dalam membuat perencanaan yang dilakukan Umar melakukan dua hal yaitu, pertama, pengumpulan data, yaitu dengan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kalau didalamnya ditemukan hal yang mengisyaratkan petunjuk hukum, maka beliau mengambilnya. Kedua mencari keunggulan diantara dua hal, karena dengan demikianmaka dapat dipilih yang terbaik untuk kebaikan islam dan umatnya.
Dalam bidang pertanian Umar mengambil langkah-langkah penting misalnya ia menghadiahkan tanah pertanian kepada masyarakat dengan syarat mampu menggarapnya, membuat saluran irigasi, serta mendirikan lembaga yang khusus untuk mendukung programnya tersebut.
Lain halnya dalam bidang perdagangan, Umar juga menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang pajak, dan mendirikan pasar-pasar yang bertujuan untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat.
Selain hal tersebut, Umar juga menjadikan baitul mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya menjadi regular dan permanen. Kemudian dibangun cabang-cabang di Ibu Kota Provinsi. Berbeda dengan abu bakar, Umar dalam mendistribusikan harta baitul mal menerapkan prinsip keutamaan. Selain itu Umar juga mendirikan Dewan yakni sebuah kantor yang bertugas memberikan tunjangan bagi angkatan perang yang perang, pensiunan, serta tunjangan lainnya. Disamping itu Umar juga mendirikan lembaga survey yang dikenal dengan Nasab yang bertugas melakukan sensus terhadap penduduk madinah.[26]
Selain itu, Umar juga memperkenalkan sistem jaga malam dan patrol serta mendirikan dan mensubsidi sekolah dan mesjid.
Umar melakukan langkah-langkah besar pengembangan ekonomi dalm bidang pertanian, antara lain:
a.       Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masyarakat yang mau menggarapnya namun siapa yang gagal mengelola selam satu tahun maka dia akan kehilangan kepemilikan tanah tersebut.
b.      Pada mas kekhalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki kanal, dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di lading pertanian.
c.       Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat, yaitu dengan cara :
1.      Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati, dan kurma Syria sebesar 50%.
2.      Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman, Damaskus, Mekkah dan Bahrain)
Selain itu Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota militer. Lembaga yang menangani tugas ini dinamakan Al Diwan, ini merupakan Al diwan islam yang pertama.
D.    Ustman bin Affan (47 SH-35 H/577-656 M)
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selam 12 tahun, khalifah Ustman bin Affan berhasil memperluas kekuasaan islam sampai ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga ia berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dab Iskandariah.[27]
Pada enam tahun awal kekuasaannya, Ustman lebih banyak berkonsentrasi dalam penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak didasari atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan Negara dari berbagai unsure seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar.
Dalam mengembangkan SDA, Usman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanen guna mengamankan jalur perdagangan. Ia juga membentuk armada laut di bawah komando Muawiyah hingga berhasil membangun supremasi kelautan di wilayah Mediterania, Loadicea dan wilayah semenanjung Syiria, Tripoli dan Barca Africa Utara menjadi menjadi pelabuhan pertama negara Islam.[28] Selain itu, usman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di mesjid untuk fakir miskin. Selama pemerintahannya Usman juag melakukan perubahan Administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa Gubernur. Dalam pengelolaan tanah Negara Usman menerapkan kebijakan membagikan tanah Negara kepada individu-individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakannya ini, Negara memperoleh pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Umar yang tidak membagi bagikan tanah tersebut.[29]


E.     Pemikiran Ekonomi pada Masa Ali bin Abi Thalib (23SH-40 H/600 M-661 M)
Khalifah ke empat ini mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun demikian, Hal tersebut tidak berarti bahwa ia dapat dengan mudah menjalankan rod pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat  berpotensi menciptakan konflik dari pemerintahan sebelumnya. Khalifah yang terkenal sangat sederhana ini, tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan system perekonomian. Hal ini disebabkan banyaknya konflik yang terjadi pada masa pemerintahannya yang berlangsung enam tahun.
Terbunuhnya khalifah Usman menjadi isu sentral merebaknya konflik-konflik tersebut. Namun demikian patut dicatat bahwa dalam mengelola perekonomian ia sangat berhati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan Negara. Bahkan diriwayatkan juga Ali menarik diri dari daftar nama penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 dirham setiap tahunnya. Dalam masalah perekonomian satu hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan islam.[30]
Selain itu Ali juga membentuk kepolisian secara resmi yang disebut syurthah, sedangkan dalam mendistribusikan harta Baitul mal Ali mengeluarkan semua tanpa ada cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat.
Setelah diangkat sebgai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali bin Abi Thalib langsung mengambil tindakan seperti membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan orang-orang kesayangan Usman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Umar bin Khattab.
Kebijakan Ali bin Abi Thlib dalam kebijakan ekonomi adalah
a.       Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negar kepada  masyarakat
b.      Menetapkan pajak terhadap pemilik kebun dan mengizinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar.
c.       Melakukan control pasar dan memberantas pedagang licik, penimbun barang dan pasar  gelap
d.      Membentuk petugas keamanan yang disebut syurthah
e.       Ketat dalam menangani keuangan Negara dan melanjutkan kebijakan Umar
  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sejarah pemikiran ekonomi islam berawal sejak Al Qur’an dan Hadits diturunkan, yaitu pada kehidupan Nabi Muhammad SAW. Namun pasca Khulafaur Rasyidin dikembangkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Namun pada awal abad ke dua puluh masehi. Pemikiran-pemikiran ekonomi islam pada masa berikutnya pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan konsep-konsep islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Tentu dengan tetap bersandar pada Al-Qur’an dan Hadits.
Abu Bakar tidak begitu banyak melakukan inovasi dalam mengembangkan perekonomian pada masa pemerintahannya. Ia cenderung mencontoh Aplikasi dari Rasulullah, yaitu membangun kembali Baitul Mal. Mengambil tanah hasil taklukan dan orang –orang murtad unuk kepentingan umat islam. Dia juga selalu mendistribusikan hasil baitul mal dengan prinsip kesamarataan. Sebagai salah satu yang sangat dikagumi, Abu bakar tidak pernah menyalah gunakan wewenangnya sebagai pemimpin.
Umar melakukan langkah-langkah besar pengembangan ekonomi dalm bidang pertanian, antara lain: Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masyarakat yang mau menggarapnya namun siapa yang gagal mengelola selam satu tahun maka dia akan kehilangan kepemilikan tanah tersebut. Pada mas kekhalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki kanal, dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di lading pertanian. Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat, yaitu dengan cara; Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati, dan kurma Syria sebesar 50%. Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman, Damaskus, Mekkah dan Bahrain. Selain itu Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota militer. Lembaga yang menangani tugas ini dinamakan Al Diwan, ini merupakan Al diwan islam yang pertama.
Ustman lebih banyak berkonsentrasi dalam penataan dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Dia semakin banyak membuka kekuasaan baru dan menambah sumber pemasukan dari berbagai unsure seperti zakat, jizyah, dan ghonimah. Ia juga membentuk  kepolisian, membangun jalan dan saluran air.
Diantara kebijakan Ali bin Abi Thlib dalam kebijakan ekonomi adalah Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negar kepada  masyarakat, Menetapkan pajak terhadap pemilik kebun dan mengizinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar. Melakukan control pasar dan memberantas pedagang licik, penimbun barang dan pasar  gelap Membentuk petugas keamanan yang disebut syurthah. Ketat dalam menangani keuangan Negara dan melanjutkan kebijakan Umar


B.     Saran
Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini kita melihat banyaknya cara-cara yang diterapkan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, serta banyak yang tidak sejalan dengan apa yang telah diterapkan oleh Rasul dan Khulafaur Rasyidin zaman dulu. Sudah seyogyanya pemerintah sekarang untuk lebih konsentrasi dalam usaha mengembangkan ekonomi berbasis islam atau syariah dan tidak hanya diterapkan pada finance saja, akan tetapi mencakup seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak kita dapati produk ekonomi dengan label syariah tetapi aplikasinya non syariah, inilah peran pemerintah untuk merazia sistem tersebut.
 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Boedi. 2010. Peradaban Pemikiran EKonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Adiwarman Azwar Karim. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Press
Adnan, M. Akhyar. 1996. An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic
Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhalad and Bank Muamalat Indonesia, PhalD Thesis. Australia : University of Wollongong

Afzalurrahman. 1995. Doktrin ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf

Ahmad, Khalid. 1980 Economic Development in an Islamic Framework. Leicester : The     Islamic Foundation.
Al Khudliari ,Muhammad. 1964. Itman Al wafa Fi sirah Al Khulafa. Mesir : Maktabah At Tijariah Al Kubra,
Anto , M.b. Hendri. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Jogjakarta: Ekonosia.
Azyumardi, dkk . 1994. Ensiklopedi Islam.  Jakarta : Raja Grafindo Persada
Badri Yatim. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
El- Sahkir, Ahmed. and R Wilson dkk, 2006. Islamic Economic, a Short History.  leiden Boston.
Esposito, John L. dkk. 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jl.2, terj. Eva Y.N. dkk., Entri Ekonomi. Bandung : Mizan.
Karim, Adiwarman. 2002 Ekonomi Mikro islami.  Jakarta : the international  institutes of Islamic thought.
Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro.  Jakarta : the International Institutes of Islamic thaloughalt.
Kuran, Timur. 1999. Politik Identitas Ekonomi Islam. terj. Muhaimin Syamsuddin. Gerbang Jurnal Pemikiran Agama dan Demokrasi, Vol.05,No.02, Oktober-Desember, Surabaya
Rahardjo,  M.Dawam 1999. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta : LSAF
Rida, M. 1983. Abu Bakar Ash Shiddik Awalu Al Khulafa Ar Rasyidin. Beirut: Dar Al Fikr
Sya’labi, Ahmad. 1994. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta : Pustaka Al Husna
www. ensiklopediailmu. com (diakses pada 25 September 2014)
Yahya, Mukhtar. 1994. Sejarah KEbudayaan Islam.  jil. I. Jakarta : Pustaka, Al husna
Yuliadi, Imanudin. 2001. Ekonomi Islam: Sebauah Pengantar. Jogjakarta: LPPI-UMY


[1] Adiwarman Karim, “Ekonomi Mikro islami” , ( Jakarta : the international institutes of Islamic thought, 2002), hal. 13, lihat juga Adiwarman Karim, “Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro,” , ( Jakarta : the international institutes of Islamic thought, 2002) hal. 195-197
[2] Khalid Ahmad, "Economic Development in an Islamic Framework", dalam Khalid Ahmad (ed.), "Studies in Islamic Economics", (Leicester : The Islamic Foundation, 1980), hal.178-179
[3] M. Akhalyar Adnan, "An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhalad and Bank Muamalat Indonesia", PhalD Thesis, (Australia : University of Wollongong, 1996), hal. 136-137
[4] M.b. Hendri Anto, “ Pengantar Ekonomika Mikro Islami”, (Jogjakarta: Ekonosia, 2003) hal. 89-93, lihat juga, Imanudin Yuliadi, “ Ekonomi Islam: Sebauah Pengantar,” (Jogjakarta: LPPI-UMY, 2001), hal
[5] Husein Sawit, "Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Perlu Berbeda?", makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional berjudul: "Metodologi Penelitian Ekonomi Islam untuk Mengembangkan Praktek Bisnis yang Islami", P3EI FE-UII Jogjakarta 13 Oktober 1997. Tulisan ini juga jadi "Kata Pengantar" pada buku Goenawan Moehammad, "Metodologi Ilmu Ekonomi Islam:Suatu Pengantar", (Jogjakarta : UII-Press,  2000).
[6] John L.Esposito dkk (ed.), "Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern", jl.2, terj. Eva Y.N. dkk., Entri Ekonomi, (Bandung : Mizan, 2001), hal. 4.
[7] M.Dawam Rahardjo, "Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi", (Jakarta : LSAF, 1999), hal. 3-4.
[8] Timur Kuran, "Politik Identitas Ekonomi Islam", terj. Muhaimin Syamsuddin, Gerbang Jurnal Pemikiran Agama dan Demokrasi, Vol.05,No.02, Oktober-Desember 1999, Surabaya, hal. 103
[9] Boedi Abdullah, “Peradaban Pemikiran EKonomi Islam”, Bandung: Pustaka Setia, 2010) hal 75
[10] www. Ensiklopediailmu. Com (diakses pada 25 September 2014)
[11] M. Rida, “ Abu Bakar Ash Shiddik Awalu Al Khulafa Ar Rasyidin,” ( Beirut: Dar AL Fikr, 1983) hal. 7-8
[12] AzyUmardi, dkk. “Ensiklopedi Islam,” (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1994), hal. 36
[13] www. Ensiklopediailmu. Com (diakses pada 25 September 2014)
[14] Ahmed El- AShkir and R Wilson dkk, “ Islamic Economic, a Short History,” ( leiden Boston, 2006 ), hal. 95
[15] Boedi Abdullah, Loc.Cit, hal 77
[16] Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 36
[17] Adiwarman Azwar Karim, “ Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam “ ( Jakarta : Rajawali Press, 2006 ), hal. 54-55, lihat juga Afzalurrahman, “ Doktrin ekonomi Islam”, (Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf, !995), jil. 2, hal. 320
[18] M. A. Sabzwari, “Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa al Khulafa Al Rasyidin, Dalam Adiwarman Azwar Karim (ed), Sejarah Pemikiran Islam,” (Jakarta : The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2001 ), hal. 44
[19] Ibid, jilid I, hal. 163
[20] Afzalurrahman, “ Doktrin Ekonomi Islam”, (Jogjakarta : PT. Dhana Bakti Wakaf, 1995), hal. 5.
[21] Badri Yatim, Op. Cit, hal. 37
[22] Mukhtar Yahya, “Sejarah KEbudayaan Islam”, jil. I (Jakarta : Pustaka, Al husna, 1994 ), hal.
[23] Muhammad Al Khudliari, “Itman Al wafa Fi sirah Al Khulafa”, (Mesir : Maktabah At Tijariah Al Kubra, 1964), hal. 64
[24] www.wikipedia.com (diakses 27 September 2014)
[25] Ibid, AzyUmardi Azra, dkk, “ Ensiklopedi Islam” Loc.cit.
[26] Ibid tim Penulis P3EI UII Jogjakarta, “Ekonomi Islam “, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hal 372
[27] Ahmad Sya’labi, “ Sejarah dan Kebudayaan Islam”, ( Jakarta : Pustaka Al Husna, 1994), hal.270
[28] Ahmad Sya’labi, Op. Cit, hal. 270
[29]Ibid, lihat juga, Adiwarman Azwar Karim, “Sejarah Pemikiran Islam” Op. cit, hal 80-81
[30] Ibid